Monumen Perjanjian Giyanti terletak di Desa Janti kelurahan Jantiharjo Kecamatan Karanganyar Kota. Monumen ini merupakan suatu monumen sejarah yang sangat monumental yang menandai pembagian wilayah Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, yakni Surakarta dan Jogjakarta ( Kasunanan dan Kasultanan ) pada zaman pemerintahan Pakubuwono III sekitar tahun 1755.
Ditempat inilah tersimpan ingatan kolektif masyarakat Indonesia tentang kelicikan Penjajah Belanda dalam menundukkan para penguasa Jawa melalui politik pecah belah (devide et impera).
Selain itu, di tempat ini juga terdapat peninggalan arca yang belum sempurna. Komplek Monumen ini berada di lingkungan desa yang teduh di tepi jalur Matesih – Karanganyar yang sepanjang hari dilewati angkutan regular mikrobus.Monumen Radio Republik Indonesia
Asal-usul didirikannya Monumen RRI di Dukuh Balong adalah berawal dari kedatangan dan pendudukan pasukan Belanda di Kota Solo pada Agresi Militernya yang kedua yaitu pada tahun 1948. Karena, pendudukan itulah maka RRI Surakarta mengungsi ke Balong dengan melalui jalur Palur-Karanganyar-Karangpandan-Balong dengan cara digotong secara bergantian.
RRI Sesampainya di Balong maka perangkat siaran ditempatkan di rumah Bapak Kromo Sentono yang berada di atas bukit. Setelah berjalan dua bulan, Belanda mengetahui keberadaan RRI Surakarta yang berada di Dukuh Balong, maka Belanda mem-mitraliur men-canon Dukuh Balong dari Karangpandan, akan tetapi nasib baik masih berada di pihak RRI , dan selamat. Setelah terjadi serangan dari Karangpandan tersebut maka kemudian RRI dipindahkan ke rumah Bapak Kerto yang berada di bagian bawah bukit. Rumah Bapak Kerto ini berada di bawah rerimbunan bamboo yang lebat.
Saat itu RRI dikepalai oleh Bapak Maladi yang kemudian diberi pangkat Mayor oleh Bapak Gatot Subroto. Jangkauan siaran RRI Surakarta yang bias mencapai luar negeri membuat pasukan Belanda berusaha mencarinya kembali guna dihancurkan. Maka pada tahun nyang sama (1948) Dusun Balong didatangi oleh Belanda dari empat jurusan. Dari arah utara melalui Sragen, arah barat melalui Kerjo, selatan melalui Karangpandan dan dari arah timur. Lagi-lagi nasib baik masih b pihak ke RRI, persembunyiannya yang berada di bawah rerimbunan pohon bamboo tidak diketahui oleh Belanda. Sore harinya sekitar pukul 17.00 - 18.00 wib Belanda meninggalkan Balong setelah sebelumnya membakar rumah-rumah penduduk dan beberapa markas tentara. Masa pengungsian RRI Surakarta di Balong hanya berlangsung selama sembilan (9) bulan.
Perangkat siaran yang digunakan RRI Surakarta di Balong tersebut saat ini disimpan di museum Jogja Kembali yang berada di Jogjakarta dan diberi nama Kiai Balong. Konon orang-orang menyebut siaran RRI Surakarta yang berada di Balong tersebut dengan sebutan Radio Kambing.
Asal usul penamaan tersebut karena siaran dilakukan berada dekat dengan kambing-kambing milik Bapak Kromo Sentono, sehingga tidak jarang ketika sedang dilakukan siaran terdengar suara embikan kambing yang masuk ke dalam radio
Monumen ini pertama kali dibangun swadana murni dari RRI Surakarta dengan bentuk sederhana yang menempati bagian lereng bukit dimana dahulu RRI ditempatkan, akan tetapi karena kondisi tanah sering longsor maka monument dipindahkan ke bagian yang lebih atas namun tetap berada di satu komplek.
Penulis: DESTINASI JAWA TENGAH
Sumber artikel: /notes/destinasi-jawa-tengah/monumen-gianti/10151382396345111
0 komentar:
Posting Komentar